SUKU BATAK KETURUNAN DEWATA
SUKU BATAK KETURUNAN DEWATA
![]() |
Diagram: Manusia Pertama Batak di Banua Ginjang |
Suku Batak adalah keturunan Dewata, demikian menurut turi-turian Batak. Bermula dari mitologi kelahiran manusia pertama (Batak) di Banua Ginjang, atas kuasa Sang Maha Pencipta, Ompu Mulajadi Na Bolon, yakni, laki-laki dari dari 3 (tiga) butir telur dan perempuan dari 3 (tiga) ruas bambu yang diasuh oleh Manuk Patiaraja (Hulambujati) dan Manuk Mandoangmandoing. Di beberapa literatur, tidak dijelaskan adanya manuk Mandoangmandoing hanya Manuk Patiaraja (Hulambujati).
Manusia pertama ini tinggal di Banua Ginjang (surgaloka), dan mereka adalah Debata (Dewata) [1],yaitu: Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan. Ompu Mulajadi Na Bolon kemudian menjadikan pasangan hidup dan pendamping yang sepadan dari ruas bambu, yakni S. Parmeme, S. Parorot dan S. Panuturi. Dari pernikahan tersebut, lahirlah keturunan putra dan putri sebagaimana diuraikan pada diagram.
Putra O.T. Soripada yaitu Raja Indapati alias Raja Endaenda menikah dengan putri O.T. Batara Guru, Siboru Deang Parujar, lahirlah Raja Ihat Manisia [2a]. Generasi berikutnya berturut-turut adalah Raja Miok-miok - Eng Banua - Eng Domia (Raja Bonang-bonang) - Raja Tantan Debata dan Si Raja Batak (lihat dan klik Silsilah Si Raja Batak).
Pada awalnya Siboru Deang Parujar tidak bersedia dinikahkan dengan Si Raja Enda-enda. Pengingkaran akan ini, maka manusia tidak lagi hidup bersama Dewata di Banua Ginjang tetapi tinggal di Banua Tonga. Suratan kehidupan, dan "sudah berjodoh" akhirnya Raja Endaenda menikah dengan Siboru Deang Parujar. [2b]
Tentu saja bahwa "Suku Batak Keturunan Dewata" tidak diartikan secara harfiah begitu saja, dan bukan sikap superioritas Batak atas kesukuannya. Ada nilai-nilai dalam bentuk perandaian (partudosan) seperti telah diuraikan pada makna di balik Mitologi Batak (klik di sini). Turi-turian tersebut merupakan bentuk pesan moral, nasihat dan didikan kepada keturunan Batak dalam menghormati, menghargai leluhur bersikap terhadap orang tua.
Kini dalam kehidupan sehari-hari di keluarga, dan juga dalam syair lagu Batak masih terdapat istilah : "orang tua (Ayah dan Ibu atau Daamang dohot Dainang) adalah debata na ni ida atau debata na tarida (dewata yang dilihat, dewata yang tampak), atau "daamang da inang i do debata na ni ida".
Dengan demikian, Debata juga dimaknai sebagai panggilan atau gelar penghormatan oleh Suku Batak disamping Ompu atau Ompung.[3]
_______________
Komentar
Posting Komentar